Senin, 23 Mei 2011

Karena Satu Kata yang sama, Namun Makna Berbeda


Suatu kisah, ada seorang bapak dari kampong tanah Karo, dan dia sudah berencana untuk mendatangi anaknya yang kuliah di kota Bandung. Karena sudah 2 tahun anak yang dia kasihi tidak pulang kampong. Jadi bermodalkan surat dari anaknya yang di terimanya setahun lalu “ada alamat pengirim di Amplop”. Bulatlah tekat bapak ini untuk mencari anaknya tersebut. Dikumpulkannya uang supaya bisa ke Bandung dengan bus.’

Sampai di Kota Bandung terminal Lewi Panjang, awak bus berteriak, “sudah sampai!...sudah sampai!...habis…habis!”

Karena semua penumpang sudah turun, si bapak ikutan dengan yang lainnya. Bapak suku Karo ini sudah mulai merasakan kesulitan, karena dia hanya bisa bahasa ibu dan dia buta bahasa Indonesia, jadilah dia mulai merasa kesulitan untuk berbicara dan bertanya.

Karena setiap mobil angkutan yang dia naiki terus berputar-putar, walau dia bilang turun di kampus UMPAD, si supir malah bertanya kampus yang di jalan Dipati Ukur atau Jatinangor?

Karena si Bapak pernah ingat anaknya bilang Jatinangor, jadilah dia pilih ke sana.

Saat sampai di Jatinangor, kira-kira jam 14.30wib, karena sudah lelah di perjalanan dia berharap bisa mampir dan duduk-duduk di teras rumah penduduk.

Singkat cerita, dilihatnya ada rumah dengan teras yang lumayan luas, serta ada anak-bermain di bale-bale. Jadi dia mendatangi rumah tersebut sembari berharap bisa duduk walau sebentar.

Karena dia berdiri saja di depan teras, lalu seorang ibu setengah yang kira-kira usianya 56 tahun keluar,

Bu Sunda: Hayang ka mana pak? (mau kemana pak?)

Pak Karo: Darami ingan si I sewa anak ku, nina ibas suratnya, tading ia la ndauh daerah Kampus UMPAD enda J (mencari rumah yang di sewa anak aku, katanya tempatnya tidak jauh dari Kampus Umpat.)

Bu Sunda bergumam dan berkata dalam hatinya, pasti ini bapak dari tempat yang jauh, dan dia bukan orang sunda.” Karna si ibu juga kurang paham cakap Indonesia, jadi dia persilahkan si bapak untuk mampir dan beristirahan sejenak. Mereka berkomunikasi dengan symbol dan bahasa tubuh.

Bu Sunda: Huyu nyimpang sakedap, ngaso (mari mampir sebentar, istirahat!) dengan kedua tangannya mempersilahkan untuk duduk di kursi yang ada di teras itu.

Bersamaan dengan itu juga keluar kakek-kakek, mertuanya si ibu sunda.

Pak Karo memperlihatkan wajah gembira, karena dia di persilahkan untuk mempir. Sembari duduk, senyuman tidak pernah lepas dari wajahnya. Maksunya sihh..supaya orang yang berbaik hati ini tau betapa bersyukurnya dia dipersilahkan untuk mampir.

Bu Sunda pergi masuk ke dalam rumah dan membawa singkong rebus beserta teh manis untuk tamunya tersebut.

Bu Sunda: Hayu dituang sampeu godog sareng ngidum. (ayo di makan singkong rebusnya dan silahkan minum)

Pak Karo hanya menjawab semua komunikasi dengan senyuman, sembari hatinya gundah, kemana dia akan bermalam bila rumah kontrakan anaknya tidak cepat ditemukan, dimana akan bermalam???

Lamunannya di buyarkan oleh teriakan seorang anak yang sedang bermain kartu bersama 3 temannya.

Anak Sunda: Bujur maneh, ngwadul ka urang!! (pantat kamu, bohongi aku!!)

Bu Sunda: ehh..ehh henteu bageur ujang, ngomong siga eta! … henteu sopan kadéngé sami tamu! (ehh..ehhh tidak baik nak, bicara seperti itu! … tidak sopan terdengar sama tamu)

Pak Karo sudah merasa lebih segar kembali, jadi dia ingin melanjutkan pencariannya. Dia berpamitan ke tuan rumah untuk menunjukan betapa dia sangat berterima kasih sudah di terima dan di jamu.

Sembari berdiri dan mengulurkan tangan untuk bersalama untuk berpamitan. Bapak karo ini spontan mengucapkan: Bujur melala pak…. Bujur melala bu, mehuli kel kena man bangku, Tuhan si balas ras m’reken serpang luah man kena! ,,Lawes ka ate ku gundari, gelah banci denga jumpa kontraken anakku!!. . (terima kasih banyak pak …terima kasih banyak bu, kalian sangat baik ke aku. Tuhan yang akan membalas kebaikan serta berikan berkat untuk kalian. Sekarang aku pamit, supaya masih bisa ketemu tempat kontrakan anakku.)

Kakek tua yang pertama kali menerima uluran tangan pak karo, spontan gemetar ketika berjabat tangan, karena dia sangat kaget. Ibu sunda pun mukanya memerah ketika mendengar pak karo berpamitan, namun dia tetap menerima uluran tangan, tanda salam dari pak karo.

Pak Karo ini juga berpamitan ke anak-anak dengan lantang berkata, “Bujur melala ucok-ucok!!..”. (terima kasih banyak yaa anak-anak!!..).

Pak karo ini pun melangkah meninggalkan rumah orang Sunda tersebut, dengan wajah gembira, karena dia merasa telah melakukan hal yang sangat benar.

Tidak berapa lama terdengarlah gelak tawa anak-anak Sunda tersebut dengan berkata “bujur pak..bujur,,,bujur!!!….hahahaha”.

Ibu Sunda: mulai merasa terganggu dengan ucapan anak dan teman-temannya. Dan menyuruh mereka untuk berhenti bilang kata bujur.

Kisah yang teragis.

Bahasa Karo, Bujur artinya terima kasih

Bahasa Sunda, Bujur artinya pantat.

Senyum yuukk :)